Banda Aceh: Dalam beberapa hari terakhir, santer diberitakan di berbagai media mengenai Pj Walikota Banda Aceh, Amiruddin, yang berhasil melunasi hutang kota Banda Aceh. Pencapaian ini mendapat perhatian luas dan berbagai tanggapan dari masyarakat serta pengamat politik lokal.
Amatan media menunjukkan bahwa keberhasilan Amiruddin dalam melunasi hutang Banda Aceh tidak lepas dari kondisi yang lebih stabil setelah berakhirnya pandemi Covid-19. Dengan tidak adanya bencana nasional seperti pandemi, kondisi ekonomi dan sosial di Banda Aceh telah kembali normal, memberikan ruang bagi pemerintah untuk fokus pada penanganan hutang. (3/6/24)
Namun, di bawah kepemimpinan Amiruddin, terdapat beberapa kebijakan yang menimbulkan kontroversi. Salah satunya adalah pemotongan bantuan kepada masyarakat, yang meliputi penghentian program bantuan kematian dan melahirkan, serta bantuan untuk penyandang disabilitas. Kebijakan ini dianggap tidak pro-rakyat, terutama di masa pemulihan ekonomi pasca-pandemi, di mana bantuan sangat diperlukan oleh warga yang terdampak.
Banyak program kemasyarakatan yang sebelumnya dijalankan kini tidak lagi dilanjutkan. Penghentian bantuan ini menimbulkan keluhan dari masyarakat yang merasa kebijakan tersebut tidak berpihak pada kebutuhan dasar mereka. Bantuan yang distop ini sangat berdampak pada kesejahteraan masyarakat yang paling rentan.
Salah satu tindakan yang paling menuai kritik adalah penggusuran pedagang di Jalan Belakang Masjid Raya dan Jalan Pante Kulu. Pedagang-pedagang kecil yang mencari nafkah di daerah tersebut digusur paksa tanpa diberikan solusi alternatif yang memadai. Akibatnya, banyak dari mereka yang kehilangan mata pencaharian dan harus mencari tempat baru untuk berjualan, yang tidak selalu mudah ditemukan.
Kondisi ini memperparah kesulitan ekonomi yang dialami oleh pedagang kecil dan masyarakat yang bergantung pada pendapatan harian. Penggusuran ini menambah penderitaan mereka yang sudah berjuang keras untuk bangkit dari dampak pandemi. Masyarakat berharap agar pemerintah lebih bijaksana dalam mengambil kebijakan yang berdampak langsung pada kehidupan mereka.
Meskipun ada kritik, beberapa pihak memuji langkah Amiruddin dalam melunasi hutang kota sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi finansial Banda Aceh. Mereka berpendapat bahwa dengan melunasi hutang, kota ini dapat memiliki lebih banyak ruang fiskal untuk pembangunan dan peningkatan layanan publik di masa depan. Namun, pencapaian ini tidak boleh mengabaikan kesejahteraan rakyat kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi lokal.
Sebaik-baiknya orang adalah yang bermanfaat bagi orang lain, terutama rakyat kecil.” Pandangan ini mencerminkan harapan masyarakat agar kebijakan pemerintah lebih berpihak pada kesejahteraan mereka. Mereka berharap agar pemerintah kota tidak hanya fokus pada stabilitas finansial tetapi juga memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan sosial masyarakat.
Ke depan, tantangan terbesar bagi Pj Walikota Banda Aceh adalah bagaimana menjaga stabilitas finansial sambil tetap memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan pendekatan yang inklusif dan kebijakan yang bijak, diharapkan Banda Aceh dapat terus berkembang dan warganya merasakan manfaat dari kepemimpinan yang adil dan berkeadilan.
Amiruddin diharapkan dapat meninjau kembali kebijakan-kebijakannya yang kontroversial dan mencari solusi yang lebih adil bagi semua lapisan masyarakat. Dialog dan komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak, sehingga Banda Aceh bisa mencapai kemajuan yang merata dan berkelanjutan.